
Oleh: AM. Nasrulloh
Suatu hari seorang guru tiba-tiba menghukum salah satu siswanya didalam kelas menyuruh berdiri dengan satu kaki diangkat selama 5 menit. Teman-temannya merasa kaget namun hanya diam menatap dengan iba. Sang guru kemudian bertanya kepada semua siswa. “Apa yang kalian lihat saat ini?” Semua diam.
Lalu guru pun bertanya lagi “apakah ini adil?”
Barulah semua siswa menjawab “tidak”.
“Lalu mengapa kalian diam dengan ketidakadilan ini?” Tambah sang guru.
“Anak-anakku, seringkali kita diam atas ketidakadilan dan kesusahan karena….. bukan kita yang menjadi korban”
Seisi kelas hening.
——
Empati!
Adalah menempatkan kita pada sisi pihak lain. Merasakan yang mereka rasakan, persis! Akan menjadi kemuliaan karena hadir usaha keras setidaknya dalam beberapa hal :
1. Bijaksana bukan bijaksini.
Karena empati adalah tentang keadaan mereka. Bukan tentang keadaan kita. Berusaha bijak kesana, bukan hanya peduli kesini.
2. Menunda penilaian.
Empati bisa dilatih saat kita berusaha menunda penghakiman, menahan kritik serta hati-hati dalam menyimpulkan. Cukupkan mengawali dengan mau memahami dan mengerti.
3. Buktikan Iman.
Ini yang utama, karena empati adalah pembuktian iman dan persaudaraan atas dasar kasih sayang “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Ingat nasib masa depan.
Karena hidup kita senantiasa memerlukan tangan berbagai pihak saat melalui kesulitan. Kita perlu bantuan dalam berbagai keterbatasan. “Barang siapa menghilangkan satu kesulitan dari saudaranya, Allah akan menghilangkan kesulitan darinya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Empati adalah latihan menitipkan diri. Ajang melatih respon tanpa harus menunggu diri berada dalam kesulitan.
Solidaritas untuk bumi Sumatra.

