Agar Generasi Z tidak Mencemaskan

Ditulis oleh: Syamril

Dari data BPS pada 2024 ini, generasi Z yang menganggur (NEET: not in employment, education, and training) mencapai 9.9 juta. Angka itu setara dengan 22.5 % dari jumlah penduduk usia muda di Indonesia. Mengapa terjadi demikian? Dari pandangan beberapa ahli ada lima penyebab yaitu lapangan kerja terbatas, tidak punya keterampilan, lulusan tidak sesuai kebutuhan kerja, mereka tak mau terbebani aturan perusahaan, serta manja dan tak mampu bersaing.

Penyebab pertama dapat dipahami karena kondisi ekonomi global dan Indonesia yang belum membaik. Apalagi Indonesia baru selesai tahun politik di mana investor biasanya menahan diri untuk investasi. Penyebab kedua sampai kelima yang perlu dicermati karena terkait dengan kondisi Gen Z yang tidak siap memasuki dunia kerja. Keempat penyebab itu dapat dibagi atas dua jenis yaitu kompetensi dan karakter. Mari kita lihat satu persatu.

Ada dua penyebab yang terkait kompetensi yaitu tidak punya keterampilan dan lulusan tidak sesuai kebutuhan kerja. Ini menjadi introspeksi bagi lembaga pendidikan khususnya di level SMA/SMK dan Perguruan Tinggi. Pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan perlu mengevaluasi efektivitas pendidikan menengah khususnya SMK dan Perguruan Tinggi. Perlu dilihat link and match jurusan dan program studi yang ada. Juga desain kurikulumnya. Lebih penting lagi kompetensi guru dan dosen yang mengampu pelajaran serta proses pembelajarannya.

Mari kita cermati dua penyebab terkait karakter yaitu tak mau terbebani aturan perusahaan, manja dan tak mampu bersaing. Menurut KH. Abdullah Gymnastiar ada dua kategori karakter yaitu baik dan kuat disingkat baku. Karakter baik terdiri atas ikhlas, jujur, dan tawadhu. Karakter kuat terdiri atas berani, disiplin, tangguh. Sepertinya pendidikan di sekolah dan keluarga selama ini lebih menekankan pada karakter baik. Kurang mengasah karakter kuat.

Ada indikasi Gen Z kurang berani mencoba hal baru. Lebih senang berada dalam zona nyaman. Lapangan kerja formal memang terbatas. Tapi lapangan kerja non formal tidak terbatas apalagi di era digital sekarang ini. Asalkan tidak pilih-pilih dan mau mencoba dan siap bekerja keras. Siap jatuh bangun dan tangguh menghadapi dan mengatasi masalah. Tidak terjebak pada passion dan wellbeing.

Memang ideal jika mengerjakan bidang yang sesuai passion. Tapi dunia tidak selalu ideal. Pada saat kondisi tidak ideal maka dahulukan mission. Kerjakan apapun selama itu halal dan bermanfaat. Hidup tidak boleh disia-siakan dengan diam dan rebahan. Hidup harus berarti bagi diri sendiri dan orang lain.

Gen Z juga cenderung kurang disiplin dan kurang menyukai aturan yang menurut mereka ribet. Kesan yang muncul, mereka ingin ‘seenaknya’ di tempat kerja. Ingin waktu dan tempat kerja yang fleksibel. Beberapa perusahaan sudah mengakomodir. Tapi mayoritas belum bisa. Sering terjadi mereka tidak bisa beradaptasi dengan peraturan kerja yang ada. Akhirnya memilih resign atau keluar karena alasan wellbeing.

Gen Z juga kurang tangguh, terlihat manja dan kurang mampu bersaing. Menurut psikolog, hal ini terjadi salah satunya karena pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan. Semua kebutuhan anak dipenuhi. Semua fasilitas dilengkapi sehingga hidup mereka nyaman dan aman tidak ada masalah.

Secara jangka pendek terlihat bagus. Namun jangka panjang saat anak-anak dituntut mandiri dan keluar dari zona nyaman orang tuanya, mereka tidak siap. Bagaimana solusinya? Gunakan pola asuh yang tidak memanjakan tapi autoritatif. Anak-anak memiliki otoritas tapi bertanggung jawab. Ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.

Dorong anak tinggalkan zona nyaman masuk ke zona resiko tapi bukan zona bahaya. Tidak semua dipenuhi dan difasilitasi. Beri mereka ruang untuk menghadapi masalah dan resiko dalam hidupnya. Resiko yang dapat dimitigasi dan tidak membahayakan. Dorong anak mengambil keputusan sendiri dengan segala konsekuensinya. Belajar bertanggung jawab.

Mari bersama siapkan Gen Z yang kompeten dan berkarakter. Semoga dengan kompetensi unggul dan mumpuni disertai karakter yang baik (ikhlas, jujur, tawadhu) dan kuat (berani, disiplin, tangguh) mereka bisa mewujudkan Indonesia Emas yang maju, adil dan makmur dalam ridha Allah. Aamiin.

Makassar, 31 Mei 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top