
Oleh: AM. Nasrulloh
Cita-cita atau harapan adalah ciri sejati kita masih diberi kesempatan menjalani kehidupan. Bisa menjadi arah, bahkan energi untuk berjuang.
Namun, apakah cita-cita kita esensial dan hakiki? Itulah pertaruhan bagaimana hidup akan menemui tujuannya. Sehingga waspada jika masih ada berhala atas cita-cita. Saat tak menuju Allah, atau justru menuju selainNya. Karena Allah telah mengingatkan bahwa hanya sebagian dari manusia yang akan menuju kepadaNya :
”Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. 2:207)
Berarti memang tidak semuanya menuju Allah dengan siap mengorbankan mimpi lainnya selain daripadaNya. Masih ada cita-cita yang tidak menuju kepadaNya.
Cita-cita yang hanya menuju pada pujian, harta, atau kekuasaan duniawi adalah seperti membangun istana megah di atas pasir pantai. Ia mungkin terlihat indah dan kokoh sementara waktu, namun akan roboh dan hilang tak berbekas diterjang gelombang kefanaan.
Padahal, tujuan sejati dari setiap usaha dan impian seorang Muslim hanya dan hanya keridhaanNya. Sebab, hanya dengan niat yang haq, cita-cita akan menemukan hasil yang haq dan kekal.
Maka kita harus berusaha mewujudkan diri yang akan lepas dari berhala cita-cita. Itulah pengorban diri yang total, yang telah “ridho” hidupnya menuju Allah. Maka pasti, penjaminnya pun Allah.
Beruntung, dalam akhir ayat diatas Allah menjamin dengan kalimat : “…Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.
Hal ini menunjukkan bahwa pengorbanan kita tidak akan sia-sia, karena Allah akan membalas keikhlasan pengorbanan kita dengan rahmat, kasih sayang, dan balasan terbaik.
Semoga kita memiliki cita-cita pasti, bukan karena karena “berhala” selain Ridho Ilahi.

