Ditulis oleh: HGY
Konsep kesetaraan dan persamaan cukup berbeda. Dikatakan sama jika porsi hak dan kewajiban equal tidak lebih dan tidak kurang. Namun jika bicara setara, tentu hak dan kewajiban akan diukur secara proporsional. Manusia diciptakan dengan dua gender berbeda, perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki tidak bisa disamakan namun bisa disetarakan sesuai dengan fitrahnya.
Dunia ini bukan hanya berwarna kuning atau putih, ada warna merah bahkan hitam. Namun seringkali si hitam dipandang sebelah mata. Padahal kesetaraan hubungan di depan Allah akan sama, kecuali variabel ketaqwaan. Boleh jadi yang kita anggap lebih rendah menurut versi dunia, akan menjadi jauh lebih mulia dihadapan Allah.
Bisa saja dalam circle terbatas kita merasa jumawa namun jangankan di akhirat, di dunia pun tidak semua menganggap kita hebat atau malah tidak tahu kita siapa. Sesombong-sombongnya kita, tetap harus tau diri. Apa coba yang bisa disombongkan. Mengatur kedipan mata saja tidak bisa, apa yang mau disombongkan. Mengatur kekuatan ketika bersin adalah sesuatu yang mustahil. Selama masih berstatus manusia ingat saja bahwa yang lain juga manusia. Apapun warna dan casingnya, tetap harus diperlakukan setara tidak perlu tebang pilih. Tambahan atribut yang Allah berikan bukan menjadi variabel pembeda dalam bersikap, itu semua hanya aksesoris dunia.