Ditulis oleh: HGY
“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak, seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan.” (HR Ibnu Majah)
Begitulah kita sebagai khalifah dimuka bumi ini, berkewajikan untuk memiliki ilmu. Ilmu bukan elemen untuk flexing ataupun mencari status sosial. Ilmu adalah cara kita mengisi noktah kosong dalam diri manusia. Bayangkan jika tidak seseorang tidak berilmu, pasti adab pun akan dilanggar dengan mengatasnamakan “tidak tahu”.
Ilmu sangat mungkin diperoleh dengan cara apapun, baik informal maupun formal. Katakan saja sekolah adalah tempat mencari ilmu yang secara sistematik memiliki mekanisme untuk memudahkan user.
Betulkah mudah? secara nalar mudah, bahkan sangat mudah. Tahapan yang sederhana untuk menuntut ilmu secara formal: mencari sekolah di area sekitar domisili, daftar, ikut seleksi, lulus, meraih ilmu seoptimal mungkin. Sangat ideal.
Namun dunia tetap dunia, dunia panggung sandiwara. Distorsi menuju ideal sangat mudah ditemui. Ternyata untuk mau sekolah saja susah. Tidak semua sekolah cocok untuk setiap individu. Ada variabel penentu, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan finansial. Variabel terakhir ini, kadang memiliki error tinggi, sehingga sangat mudah di mainkan. Bak ada di hutan, siapa kuat dia survive. Yah begitulah dunia, masih memandang kasta.
Carut marut dunia pendidikan adalah pekerjaan rumah (pr) besar yang harus diurai dan diperbaiki kekeliruannya. Berbuat adil pada semua orang secara proporsional adalah keniscayaan. Tempatkan segala sesuatu sesuai kapasitas. Berikan hak kepada mereka untuk bersekolah. Jangan sampai mendzolimi orang yang ingin menuntut ilmu. Hidup ini hanya sementara, suatu saat kita semua akan kembali pada sang pencipta. Mudahkan urusan orang lain agar allah memudahkan urusan kita.