Ditulis oleh : Lisa Kustina
Universitas pertama didunia didirikan oleh Fatima al-Fihri, seorang perempuan. Dalam islam, perempuan disupport untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki – laki. Tidak perlu isu kesetaraan gender. Karena sejak tahun 857 pada masa Dinasti Idrisiyyah, ada seorang perempuan yang mendirikan Universitas Al-Qarawiyyin atau Al-Karouine. Universitas tersebut merupakan universitas pertama dan tertua di dunia yang terletak di Kota Fes, Maroko. Sejak awal berdirinya, Al-Qarawiyyin merupakan sebuah masjid yang telah menjadi salah satu pusat utama kegiatan keagamaan dan pendidikan pada masa zaman keemasan Islam hingga meluas berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi terkemuka. Prestasi luar biasa ini membuat Universitas Al-Qarawiyyin diakui oleh Guinness Book of World Records sebagai institusi pendidikan tertua yang masih beroperasi hingga saat ini.
Dalam agama Islam, pendidikan perempuan sangat diutamakan. Perempuan diberikan kebebasan dalam memperoleh pendidikan. Karena biaya pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Perempuan dapat mengenyam pendidikan tanpa harus memikirkan UKT yang selangit. Menjadi perempuan adalah anugerah. Sejak kecil hingga menikah dia menjadi tanggung jawab bapaknya. Ketika menikah, tanggung jawab akan beralih ke suaminya. Sudah dipastikan akan ada yang menanggung kebutuhan pokok seorang perempuan termasuk pendidikannya.
Mau bekerja diluar ataupun memutuskan dirumah, tidaklah masalah. Menjadi pengusaha seperti bunda Khadijah hingga memiliki kekayaan 1/3 dari kekayaan kota mekkah, ataupun memutuskan menjadi Ibu rumah tangga, jugalah tidak mengapa.
Tetapi menjadi perempuan pada zaman ini, sulit. Jika tidak berpendidikan, imagenya perempuan bodoh. Bagaimana mengurus anak nanti jika ibunya tidak berpendidikan. Ketika anaknya sedang “aktif” dalam tanda kutip, maka sang Ibu akan menjadi tersangka “pantas saja anaknya seperti itu, wong ibunya tidak berendidikan”
Jika pendidikanmu terlalu tinggi, itupun masih sulit. Imagenya menjadi perempuan sombong, sok pintar, dan sulit diatur. Dia akan dicab sebagai perempuan sok tahu ketika memberikan pendapatnya. Ketika menyangkal berdasarkan ilmu yang ia miliki, maka dia akan disebut pembangkang. Mungkin dia hanya ingin diskusi untuk mencari solusi terbaik, tapi image buruk akan ia dapatkan.
Jika pendidikanmu tidak tinggi, hidupmu berat. Belum tentu suami dan keluarganya akan menghargaimu. Karena pendidikan saat ini seperti merupakan suatu syarat status sosial yang harus dimiliki. Jika pendidikanmu tinggi pun, hidupmu masih berat. Image menjadi istri yang sombong, sok pintar, dan sulit diaturpun akan melekat padamu.
Ketika menempuh pendidikan dan memutuskan menjadi wanita karir itu juga salah. Image menyalahi kodrat dan mementingkan karir daripada keluarga akan langsung terlontar. Padahal mungkin itu salah satu cara dia mensupport keluarganya. Tetapi ketika menempuh pendidikan dan memutuskan jadi Ibu rumah tangga mengabdikan hidupnya, tetap saja masih salah. Kau mungkin akan dikatakan sekolah tinggi – tinggi toh pada akhirnya cuma jadi Ibu rumah tangga, apa – apa minta ke suami, gak mandiri, belum lagi mungkin harga dirinya akan diijak-injak karena dia dianggap tak akan bisa apa -apa karena merupakan penganggguran.
Belum lagi yang tidak memililiki pendidikan tinggi dan memutuskan bekerja (tentunya bukan jenis pekerjaan ringan), maka hinaan dan cacian akan ia dapatkan. Tidak memiliki Pendidikan tinggi dan tidak bekerja, orang akan menilai negatif juga.
Mengapa hal ini terjadi? Hal ini terjadi karena saat ini sistem negara ini lebih diserahkan ke pemilik modal. Kalau punya uang ya bisa sekolah, disekolah dengan fasilitas dan sistem pendidikan terbaik. Kalau tidak ada uang, ya sekolah disekolah yang mampu terjangkau walaupun terkadang sistem dan fasilitasnya kurang memadai. Semua diserahkan ke individu. Muncul kesenjangan sosial, masyarakat sering kali terjebak dalam stereotip dan ekspektasi yang sempit terhadap perempuan. Budaya patriarki yang masih kuat menyebabkan perempuan sering kali harus berjuang melawan stigma dan diskriminasi dalam setiap pilihan hidup mereka. Baik dalam hal pendidikan, karir, atau peran sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, kurangnya ilmu, sikap ingin bersaing dan menjadi yang terbaik terkadang menempuh cara dengan menjelekan sesamanya hingga akhirnya muncul sikap saling merendahkan.
Diperlukan adanya perubahan mindset dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penghargaan terhadap pilihan hidup individu. Pendidikan dapat menjadi solusi untuk mengubah pola pikir dan perilaku secara bertahap. Islam mengajarkan bahwa mendapatkan pendidikan adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Rasulullah Muhammad Saw. bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” Hal ini menunjukkan bahwa Islam mendorong setiap individu, termasuk perempuan, untuk mencari ilmu. Ibu, sebagai madrasah pertama bagi anak, membawa tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan membimbing masa depan anak-anaknya. Untuk itu, Perempuan dituntut untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan yang luas agar mampu memberikan pengajaran yang bermanfaat kepada anak-anaknya, sehingga dapat mencapai kesuksesan di masa depan.
Dalam perannya sebagai istri, perempuan juga ditugaskan untuk mendampingi suami dan mengelola rumah tangga dengan bijaksana. Pendidikan dan pengetahuan memainkan peran penting dalam menghadapi berbagai tantangan rumah tangga. Perempuan yang berpendidikan akan mampu menjalankan peran-perannya dengan lebih baik, menjadi kuat, cerdas, dan bijaksana.
Selain itu, dukungan dari negara sangatlah penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan dalam mengejar pendidikan dan meraih potensi mereka. Ibu rumah tangga, pengusaha, pendidik, perawat, dokter, atau lainnya membutuhkan peran Perempuan. Pendidikan bagi Perempuan sangatlah penting.
“Jika kamu mendidik satu laki-laki maka kamu mendidik satu orang, Namun jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi,” Mohammad Hatta.