Oleh: HGY
Mungkin dari kita pernah merasakan iri melihat kebahagiaan orang lain. Ada yang bahagia karena karir yang cemerlang, keluarga yang harmonis, atau harta yang melimpah. Namun, ketika kita merasa semua variabel itu belum tergapai, muncul pertanyaan, “Kenapa mereka bahagia, giliranku kapan?”
Sebuah pertanyaan yang sangat manusiawi, tetapi coba bawa pada ranah muhasabah diri. Kebahagiaan sejati bukan terletak pada apa yang terlihat namun dirasakan. Apa yang terlihat baik untuk orang lain belium tentu cocok di gunakan sebagai pakaian kita di dunia. Jangan pernah terbersit untuk iri terhadap nikmat orang lain. Sebab, kenikmatan yang di peroleh mereka belum tentu sepadan dengan ujiannya.
Sering kali kita terjebak dalam ilusi duniawi, menyamakan kebahagiaan hanya melalui variabel harta, jabatan, atau status sosial. Kaya hati berarti merasa cukup dengan ketetapan dan rezeki yang Allah berikan serta selalu bersyukur atas segala nikmat.
Jika bahagia terasa masih jauh dari jangkauan, barangkali perlu evaluasi diri. Apakah ini adalah karena kita jauh dari sang pencipta ataukah memang ini ujian menjelang kelulusan naik tingkat agar lebih dekat kepada Allah? Kebahagiaan orang lain yang tampak di depan mata sering kali hanya ilusi dan manipulasi mata.
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, segala urusannya baik baginya. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur, itu baik baginya. Dan jika mendapat musibah, ia bersabar, itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).
Manusiawi menerima musibah bukanlah hal yang menyenangkan. Perlu waktu untuk menerima garisan takdir sang illahi. Belajar mengelola keikhlasan diri tak pernah berhenti. Apalagi yang manusia harus pelajari selain ikhlas menerima garisan takdir dunia dari tangisan pertama sampai menutup mata.
Langkah menuju kebahagiaan sejati adalah dengan memperbaiki hubungan dengan Allah. Mulailah dengan shalat tepat waktu dimana shalat tidak menjadi aktivitas prioritas terakhir, membaca Al-Qur’an setiap hari setidaknya satu ayat agar menjadi bonding dengan teman abadi kelak, berzikir setiap helaan nafas mengingat sang pencipta alam semesta, dan memperbanyak doa tak bosan-bosan. Ketika hati dekat dengan Allah, kegelisahan akan berkurang, dan kebahagiaan akan datang dengan sendirinya. Allah SWT berjanji:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Rad ayat 28).
Hentikan membandingkan diri dengan orang lain karena setiap orang memiliki ujian dan nikmat masing-masing. Jadikan kebahagiaan mereka sebagai motivasi untuk lebih bersyukur dan berusaha. Percayalah, Allah tidak pernah salah dalam ditribusi takdir dan rezeki. Jika belum merasa bahagia, barangkali Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih indah. Bersabarlah, karena kebahagiaan sejati pasti akan datang mencari.
Apakah masih iri dengan kelebihan orang lain setelah tahu ujian yang melengkapinya?