Oleh: Lisa Kustina
Beberapa saat lalu, artikel yang dimuat pada Kompas.com tanggal 25 Februari 2025 memberitakan adanya indikasi manipulasi pencampuran komponen Pertalite yang mengakibatkan kerugian negara. Praktik ini diduga melibatkan beberapa pejabat tinggi Pertamina yang memanfaatkan jabatan untuk meraup keuntungan pribadi melalui skema pengadaan bahan baku yang tidak sesuai standar dan kualitas. Setidaknya delapan direktur Pertamina yang telah terjerat kasus tindak pidana korupsi (Tempo, 3 Maret 2025).
Kasus-kasus korupsi yang melibatkan para direktur ini beragam, mulai dari pengadaan barang dan jasa hingga pengelolaan proyek yang merugikan keuangan negara.
Mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, divonis 13 tahun penjara dan denda Rp 650 juta (atau 6 bulan kurungan) oleh Mahkamah Agung atas kasus korupsi pengadaan LNG periode 2011-2014. Vonis ini memperberat hukuman sebelumnya yang berjumlah 9 tahun penjara dan merupakan konsekuensi dari tindakannya yang secara sepihak memutus kontrak pengadaan LNG tanpa kajian dan analisis menyeluruh (Tempo, 2 Maret 2025).
Yenni Andayani, mantan Senior Vice President Gas and Power Pertamina dan Plt. Direktur Utama Pertamina (2017), terlibat dalam kasus korupsi pengadaan LNG periode 2011-2014 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar 113,84 juta dolar AS (Kompas, 4 Maret 2025). Bambang Irianto, mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral), ditetapkan sebagai tersangka mafia migas pada 2019 karena diduga menerima suap terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang Pertamina. Kasusnya bermula dari dugaan bantuannya untuk mengamankan alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan.
Mantan Direktur Utama Pertamina (2003-2004), Ariffi Nawawi, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan dua tanker VLCC yang masih dalam proses produksi di Korea Selatan pada Juni 2004, sebuah transaksi yang diduga merugikan negar.a Luhur Budi Djatmiko, mantan Direktur Umum Pertamina (2012-2014), ditetapkan sebagai tersangka pada 2024 atas dugaan korupsi pembelian tanah di Kuningan, Jakarta Selatan, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 348,69 miliar akibat mark-up harga.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS), Yoki Firnandi, menjadi tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang (2018-2023) karena melakukan mark-up nilai kontrak pengiriman minyak mentah hingga 13-15 persen. Terbaru, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, ditetapkan sebagai tersangka korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Ia diduga mengondisikan rapat optimalisasi hilir yang menyebabkan penurunan produksi kilang, mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun.
—————————————————————————————————
Kasus-kasus korupsi di Pertamina ini bukan sekadar angka kerugian negara, melainkan pukulan telak bagi kesejahteraan rakyat. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, subsidi energi, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, justru dikorupsi oleh oknum-oknum yang seharusnya menjadi penjaga Amanah. Akibatnya, masyarakat menanggung beban ganda. Rakyat harus membayar harga BBM yang tinggi, terkadang menghadapi kelangkaan bahan bakar, dan kepercayaan publik terhadap Pertamina, juga tergerus akibat serangkaian kasus korupsi yang terus terulang.
Pengelolaan sumber daya alam seperti minyak bumi harus didasarkan pada prinsip keadilan, amanah, dan maslahah (kepentingan umum). Pengelolaan yang transparan dan akuntabel, serta pengawasan yang ketat, mutlak diperlukan untuk memastikan bahwa kekayaan alam ini dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Al-Quran dengan tegas melarang tindakan korupsi (QS. Al-Baqarah: 188) dan menekankan pentingnya kejujuran dan tanggung jawab dalam kepemimpinan (QS. An-Nisa: 58).
Al-Baqarah: 188 Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
- An-Nisa: 58 Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Dalam Islam, hukuman bagi koruptor sangat tegas, disesuaikan dengan tingkat kejahatan yang dilakukan, mulai dari sanksi duniawi seperti hukuman penjara dan denda hingga sanksi akhirat berupa siksa Allah SWT. Penerapan hukum Islam yang tegas dan konsisten terhadap para koruptor akan memberikan efek jera dan meminimalisir tindakan serupa di masa depan.
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu dan jangan engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu!” (HR Abu Daud, 3068)