Guru Besar: Siapkah Kita Menjadi Teladan?

Ditulis oleh: Lisa Kustina

“Guru besar sejati adalah mereka yang selalu merasa haus akan ilmu, karena menyadari bahwa ilmu Allah SWT sangatlah luas, sedangkan ilmu manusia sangat terbatas”

Beberapa waktu ini kita dikejutkan dengan berita yang dimuat dimajalah Tempo dengan judul Skandal Guru Besar Abal – abal. Bambang Soesatyo, atau yang lebih dikenal dengan Bamsoet mengajukan guru besar. Beliau paktisi dan juga akademisi. Beliau menjabat sebagai ketua MPR dan juga dosen di Universitas Borobudur.  Gakada yang salah dengan hal itu, setiap dosen tentunya ingin menjadi guru besar. Permasalahannya adalah proses menuju kearah sana. Ada aturan yang harus diikuti.

Guru besar bukan hanya sebagai pangkat tertinggi dalam dunia akademik, Tetapi juga ada tanggungjawab yang besar sebagai guru besar. Guru besar bukan ajang keren – kerenan, bukan juga sebagai simbol bahwa orang tersebut menjadi pakar terhebat. Karena sejatinya guru besar sejati akan terus belajar, akan terus menjawab ataupun memberikan solusi atas permasalahan umat. Tujuan mereka adalah untuk melayani umat. Menjadikan ilmu yang diperoleh untuk kemajuan umat. Mereka terus belajar dan mungkin mereka merasa masih “bodoh” karena mereka mengetahui ilmu Allah SWT sangatlah luas, sedangkan yang diperoleh masihlah sedikit. Menuntut ilmu adalah ibadah, dan mengajarkannya adalah amal jariyah yang tidak akan terputus pahalanya

Semakin seseorang memperoleh ilmu, semakin menunduk orang tersebut. Karena dengan belajar setiap hari, berusaha semaksimal mungkin tetapi belum bisa menguasai semua ilmu didunia ini. Seseorang hanya bisa menguasai satu atau beberapa jenis ilmu saja. Jarang ada manusia yang bisa menguasai semua ilmu. Hampir tidak ada malahan. Karena kita memiliki keterbatasan.

Seorang guru besar yang selalu belajar saja masih merasa kurang. Beliau sadar bahwa ilmu yang dimiliki hanyalah sedikit. Beliau belajar dan mengajar supaya ilmu tersebut dapat menjadi amal jariyah untuknya. Terkadang seorang guru besar malah merasa malu dipanggil guru besar. Karena merasa belum mumpuni. Bahkan ada yang sejara KUM sudah memenuhi guru besar tetapi belum mengajukan sebagai guru besar. Terkadang panggilan “Prof” tidak dikejar oleh sebagian orang – orang pintar.

Tapi disebagian orang malah sebaliknya. Ada yang belum layak menjadi guru besar, melakukan segala cara untuk mendapatkan gelar tersebut, dan merasa bangga ketika disebut prof didepan namanya. Berasa sudah menguasai semua ilmu didunia ini.  Bagaimana kalau setiap perkataannya diikuti oleh masyarakat umum? sejatinya pangkat dan gelar tidak akan berarti apa-apa tanpa integritas dan tanggung jawab dalam menyebarkan ilmu untuk kebaikan umat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top