Mengurai Hutang dan Riba: Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup

Ditulis oleh : Lisa Kustina

“Hutang yang diiringi riba adalah perjanjian yang mengikat, tetapi beban yang tak terbayar. Saat terjerat dalam lingkaran riba, akan menuai masalah yang tumbuh seiring waktu. Seperti labirin yang rumit, riba membawa dalam spiral hutang yang tidak memiliki ujung. Saat terperangkap dalam jeratan riba, peluang kemerdekaan finansial makin menjauh”

 

Kalau gak berhutang gak akan punya apa – apa

Kalau gak berhutang gakakan semangat kerja

Kalau gak dengan hutang akan lama kayanya

 

Itulah beberapa kalimat yang mungkin sering kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat. Seolah-olah namanya hutang adalah sesuatu yang harus dan sudah umum. Sehingga bukan karena kebutuhan yang sudah tercukupi, tetapi karena keinginan yang tinggi sehingga menyebab kan banyak masalah dikarenakan memenuhi keinginan – keinginan tersebut dengan hutang.

Tidak ada yang salah dengan hutang. Hutang merupakan salah satu solusi ketika terjadi kekurangan. Yang memberi hutang juga akan mendapatkan pahala bahkan lebih besar daripada pahala sedekah. Hal ini dikarenakan pemberian pinjaman kepada yang memerlukan akan lebih tepat. Membantu orang yang mengalami kesulitan termasuk perbuatan mulia serta dapat menjadi cara untuk meringankan beban hidupnya.

Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda, aku melihat pada waktu malam diisrakan, pada pintu surga tertulis, sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Aku bertanya, wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab, karena peminta meminta sesuatu, padahal ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan.” (HR Ibnu Majjah)

Abu Umamah ra mengatakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Ada orang yang masuk surga melihat tulisan pada pintunya: ‘Pahala bersedekah adalah sepuluh kali lipat, sedangkan (pahala) memberi pinjaman adalah delapan belas kali lipat’.” (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Sebelum berhutang, harus memahami terlebih dahulu etika dalam berhutang: pertama harus didasari niat yang baik untuk melunasi. Komitmen untuk membayar harus diniatkan sejak awal. Jika sudah berniat tidak akan membayar, maka hal ini merupakan perbuatan zalim dan berdosa.

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ

Artinya: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya, maka Allah akan tunaikan (hutang itu) untuknya. Dan barang siapa yang mengambil harta untuk menghabiskan (tidak mau membayar), maka Allah akan membinasakannya.” (Shahih Bukhari, No. 2387).

Selanjutnya ketika berhutang pastikan kita meminjam kepada orang shalih dan mampu. Jangan sampai kita membebani orang tersebut. Selain itu orang tersebut juga berprofesi dan berpenghasilan halal sehingga uang yang kita pinjam tidak hilang keberkahannya. Selain itu uang yang kita pinjam tadi digunakan untuk memenui kebutuhan dasar bukan untuk bersenang – senang atau membeli barang mewah. Jika kebutuhan pokok Sudah terpenuhi, alangkah baiknya untuk tidak berhutang. Hutang dilakukan ketika mendesak dan untuk kebutuhan pokok. Apabila siatuasinya mendesak dan merupakan kebutuhan pokok, jalan hutang merupakan suatu solusi. Jangan sampai berhutang untuk gaya hidup atau untuk menunjukkan bahwa kita kaya walaupun belum mampu.

Hutang dalam islam merupakan solusi atas permasalahan diatas. Hanya saja saat ini hutang bukan hanya untuk keperluan pokok dan mendesak tetapi sudah merupakan gaya hidup. Tawaran membeli rumah hanya dengan DP (down payment) sekian rupiah, tawaran pembelian mobil hanya setor berapa juta sudah mendapatkan mobil ratusan juta. Dan lain sebagainya.

Tidak sabarnya proses yang harus dijalani untuk mengapai mimpi, mengakibatkan masyarakat menempuh jalan mengambil hutang riba. Banyak karyawan terutama kaum millenial mengajukan pinjaman kredit berbunga. Dengan menyetor dana yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari harga asli suatu barang, mereka sudah mendapatkan barang tersebut. Misalnya KPR (Kredit Perumahan Rakyat) hanya dengan 1 juta sudah mendapatkan kunci rumah dan siap huni, hanya dengan 10 juta sudah bisa mendapatkan mobil. Pada akhirnya mereka mengambil jalan pintas supaya terlihat lebih keren, lebih kaya, lebih berhasil dengan menarik yang harusnya baru bisa didapatkan beberapa tahun kedepan untuk diperoleh lebih awal. Dampak ini mungkin belum terasa ketika masih awal – awal membayar angsuran. Tetapi begitu angsuran sudah menggunung hingga jatah makan habis barulah terasa. Dan pada akhirnya terjebak gali lobang tutup lobang.

Survey yang dilakukan oleh LendingTree pada 2022 yang liput  CNBC Indonesia menunjukkan keironisan. Kenapa? Karena kaum milenial semakin banyak berhutang karena kebiasaan pacaran, penelitian itu menunjukkan bahwa hampir seperempat milenial telah berhutang untuk kencan. Dan 7% generasi milenial melaporkan bahwa mereka saat ini berhutang ke kartu kredit. sedangkan 10% generasi milenial mengatakan kartu kredit mereka ditolak saat kencan pertama.

Saat ini berhutang bukan untuk keperluan pokok dan mendesak, berbuat dosa pun perlu berhutang. Sungguh ironis, jebakan hutang riba yang kelihatannya indah diawal dan berdampak buruk diakhir hingga akhirnya mempersulit diri.

Kasus Krisna (mahasiswa 23 tahun, belum berpenghasilan) sudah bisa mengajukan hutang dengan menggunakan paylater. Proses persetujuannya juga tidak lebih dari 24 jam dengan proses yang cepat. Dia menggunakan paylater untuk membeli koleksi K-pok dan anime. Yang pada akhirnya orang tuanya yang melunasi hutang tersebut. Belum lagi kasus P2P leading lainnya. Ditahun 2022 kita juga sempat dihebohkan dengan kasus 331 orang terjerat pinjaman online karena diiming-imingi keuntungan investasi hingga ramai-ramai menggunakan dana investasi dari hutang. Yang pada akhirnya bukan untung tetapi buntung. Sebagian dari mereka hingga diteror oleh debt collector.

Forbes 2018 dalam liputan 6.com data dari Credit Karma menunjukkan bahwa hampir 40 persen generasi milenial mengeluarkan lebih dari yang mereka miliki dan terjerat dalam utang untuk memenuhi gaya hidup dan interaksi sosial mereka. Pengeluaran ini umumnya diarahkan pada pengalaman seperti liburan, acara pesta, hiburan malam, dan bahkan pernikahan. Bahkan lebih lanjut, sekitar 36 persen responden dalam survei tersebut mengakui bahwa kemampuan mereka untuk hidup tanpa utang hanya mampu bertahan setahun lebih dengan pola gaya hidup yang sekarang. Dari kasus ini kita belajar bahwa Hutang riba karena gaya hidup akan berdampak pada risiko finansial yang akan menyebabkan ketidakstabilan keuangan.

Masalah hutang riba karena gaya hidup ini sulit teratasi apabila pemerintah selalu sibuk menyembuhkan penyakit, bukan mencegah. Diperlukan solusi atas permasalahan hutang riba ini supaya tidak menjamur semakin banyak. Dalam Islam, sudah dijelaskan etika dalam berhutang. Harusnya kita yang berada di negeri muslim terbesar didunia mengadopsi aturan aturan hidup dalam bermuamalah sesuai Al Quran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top