Ditulis oleh: Syamril, ST., M.Pd
Belum selesai penanganan banjir di Luwu Sulsel, muncul lagi banjir bandang di Gunung Marapi Sumbar. Padahal belum masuk musim hujan. Apakah ini bencana alam, atau bencana manusia? Kejadian banjir di Luwu diduga karena penggundulan hutan yang terjadi secara meluas untuk pertambangan dan perkebunan. Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, didahului dengan penebangan pohon. Juga pembukaan lahan untuk pertambangan secara terbuka.
Melihat kondisi yang ada banjir yang terjadi bukan lagi murni bencana alam. Sudah ada campur tangan manusia yang merusak alam. Bagaimana menghadapinya? Bapak Dian Cahyadi, akademisi dari Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar mengatakan “Jika kita melihat bencana selalu dengan sabar, mestinya sekarang, melihatnya dengan sadar”. Dua kata kunci yang disampaikan yaitu sabar dan sadar.
Sabar dalam menghadapi musibah, mengutip kata Aa Gym, maka kita akan mampu HHN: hadapi, hayati, nikmati. Mampu menghadapi musibah dengan jiwa dan raga yang tetap stabil. Tidak akan stress berlebihan, mengeluh berkepanjangan atau putus asa. Untuk itu harus mampu menghayati musibah tersebut. Apa makna dan hikmah di balik semua kejadian. Ajaran agama sangat penting pada tahap “hayati”. Jika mampu menghayati akhirnya bisa “menikmati”. Muncul ridha dalam jiwa dan tawakkal kepada Allah. Pasrah kepada Allah dan menerima segala ketentuan-Nya.
Sabar wajib tapi tidak cukup. Perlu juga sadar. Apalagi musibah yang terjadi karena kerusakan alam. Manusia perlu sadar pada 3 hal yaitu PMI: pemimpin, manfaat, ibadah. Manusia harus menyadari bahwa ia adalah makhluk yang paling unggul sehingga dipilih oleh Allah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Pemimpin tugasnya menciptakan kehidupan di bumi yang aman, nyaman dan tenteram. Bukan membuat kerusakan termasuk merusak alam.
Kesadaran kedua yaitu hidup untuk memberi manfaat. Manusia terbaik bukan yang paling kaya, pintar, berkuasa dan ukuran materialistis lainnya. Manusia terbaik sesuai sabda Rasulullah yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain. Bermanfaat kuncinya memberi apa yang dimiliki untuk kemaslahatan orang lain. Wujudnya berupa tenaga, pikiran dan harta sesuai kemampuan.
Kesadaran ketiga yaitu ibadah. Tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Ibadah perlu dimaknai secara ekologis yang ruang lingkupnya terdiri atas individu, populasi, dan ekosistem. Ibadah individu yaitu ibadah yang dilakukan yang dampaknya kepada diri sendiri. Contohnya shalat dan puasa.
Ibadah populasi yaitu ibadah yang dilakukan yang dampaknya kepada diri sendiri dan orang lain.Contohnya zakat, infak dan shadaqah. Zakat ada penerima seperti fakir, miskin, anak yatim, dan sebagainya. Selain ZIS, segala aktivitas manusia yang terkait dengan orang lain yang dampaknya positif dapat dikategorikan ibadah populasi atau sosial.
Level ketiga yaitu ibadah ekosistem. Bisa juga disebut sebagai ibadah lingkungan. Implementasi ibadah di level ini yaitu manusia terlibat aktif dalam menjaga lingkungan di darat, laut maupun udara. Contohnya penanaman pohon penghijauan untuk mengurangi kadar CO2 yang berdampak pada pemanasan global. Dampak ibadah lingkungan bukan hanya pada diri sendiri dan orang lain tapi juga pada hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, gunung, pantai dan makhluk Allah lainnya yang ada di bumi ini.
Semoga bencana yang terjadi kita sikapi dengan sabar dan sadar. Sabar sehingga bisa HHN: hadapi, hayati dan nikmati. Sadar PMI: pemimpin, manfaat, ibadah. Sadar sehingga dapat menjalankan peran sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, memberi manfaat, sebagai wujud ibadah kepada Allah. Ibadah yang dampaknya kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan alam semesta.
Makassar, 17 Mei 2024