Ditulis oleh: Dwi Purliantoro
Pesisir Peru selatan dan Cile utara merupakan salah satu tempat paling kering di muka Bumi. Pada sebuah lembah kecil terisolasi yang menjadi tempat berkembangnya kebudayaan Nasca, sepuluh sungai mengalir dari Pegunungan Andes ke arah timur. Namun iklim lokal di wilayah Nasca telah berubah secara dramatis dalam 5.000 tahun terakhir. Hal ini disebabkan perubahan tekanan udara sehingga hujan semakin banyak tercurah di lereng barat Pegunungan Andes. Kondisi lain presipitasi bagian selatan yang berubah, menyebabkan sungai-sungai di berbagai lembah Nasca mengering. Menurut suku Nasca, para dewa yang membawa hujan meminta imbalan yang mengerikan. Mereka berpikir, lebat hujan harus dibayar dengan sesuatu yang berharga, bahkan oleh nyawa.
Suku Nasca berkembang selama delapan abad. Sekitar 200 SM, masyarakat Nasca menyeruak dari kebudayaan sebelumnya yang disebut Paracas. Giuseppe Orefici, arkeolog Italia yang telah memimpin penggalian selama bertahun-tahun menemukan banyak artefak yang di temukan di situs Cahuachi, ibu kota suku Nasca. Diantara artefak yang ditemukan adalah lusinan penggalan kepala, biasanya dengan jalinan tali yang diikat melalui sebuah lubang yang dibor di dahi. Tujuan membuat lubang di dahi adalah agar tengkorak tersebut bisa diikat pada pinggang para peziarah. Berdasarkan penelitian, arkeolog menyimpulkan para korban persembahan tersebut dibunuh pada tahun sekitar 325-450 SM (sumber : Majalah National Geographic Edisi Maret 2010).
Menakjubkan sekali bagaimana arkeolog bisa memperkirakan waktu eksekusi?
Metode apakah yang digunakan?
Kita akan selesaikan masalah di atas dengan meminta bantuan orang kimia. Kenapa orang kimia? Ya karena kimia dibutuhkan untuk menjelaskan salah satu unsur radioaktif yang digunakan untuk menentukan usia artefak. Metode yang biasa digunakan adalah Penanggalan Radiokarbon. Pada Penanggalan Radiokarbon, unsur yang digunakan adalah karbon radioaktif yaitu karbon-14 (14C). Karbon dioksida yang ada di atmosfer selalu mengandung persentase yang tetap dari karbon-14. Tanaman menyerap karbon dioksida dari atmosfer, kemudian hewan memakan tanaman sesuai dengan alur rantai makanan. Manusia juga memakan tanaman atau hewan sehingga semua makhluk hidup mengandung jumlah karbon-14 yang sama dengan jumlah yang ada di atmosfer.
Ketika suatu makhluk hidup mati, maka tubuhnya mulai berhenti untuk menyerap karbon-14 dan jumlah karbon-14 pada tubuhnya mulai berkurang secara bertahap. Arkeolog dapat menentukan usia artefak sejak kematiannya dengan mengukur jumlah karbon-14 yang tersisa pada tubuh artefak tersebut. Setiap unsur radioaktif mempunyai waktu paruh (h), yaitu waktu yang diperlukan oleh unsur radioaktif untuk berkurang menjadi separuh jumlah semula. Dengan mengetahui waktu paruh suatu unsur radioaktif, dapat ditentukan jumlah unsur yang masih tersisa setelah selang waktu tertentu.
Berkurangnya jumlah karbon-14 pada tubuh artefak ternyata mengikuti suatu fungsi eksponensial. Persentase pengurangan berbanding lurus dengan berkurangnya massa dari karbon -14. Misalkan adalah massa awal dari karbon-14 yang memiliki waktu paruh tahun, maka massa akhir pada waktu dapat ditentukan berdasarkan rumus peluruhan unsur radioaktif yaitu
Sebagai contoh, suatu tulang monyet mengandung 65% karbon-14 dibandingkan dengan kandungan karbon-14 pada monyet hidup dan monyet tersebut mati t tahun yang lalu. Berapa lama monyet telah mati (t) ?
Berdasarkan rumus peluruhan unsur radioaktif (1) kita mengetahui massa akhir dan waktu paruh karbon-14 tahun, kemudian diperoleh
Maka ,
Jadi arkeolog menemukan 75 % kandungan karbon-14 pada artefak penggalan kepala tersebut. Menarik bukan, jika kita tahu lebih banyak tentang kegunaan fungsi logaritma dan fungsi eksponen.